www.pantauindonesia.id – Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di DPRD Provinsi Jawa Barat baru-baru ini menyampaikan pandangan kritis terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) mengenai Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk Tahun Anggaran 2025. Rapat yang dibuka oleh Wakil Ketua DPRD Jabar, H. M.Q. Iswara, dihadiri oleh berbagai fraksi, termasuk PPP, yang merasa perlu mengedepankan isu-isu penting terkait transparansi dan keberpihakan terhadap masyarakat.
Dalam kesempatan tersebut, Juru Bicara Fraksi PPP, H. Yusuf Ridwan, menggarisbawahi pentingnya kemandirian fiskal dalam pengelolaan anggaran daerah. Menurutnya, anggaran yang bersifat transparan dan akuntabel adalah landasan yang krusial dalam mendukung pembangunan berkelanjutan bagi masyarakat Jawa Barat.
Pernyataan yang disampaikan Yusuf menjadi point penting, terutama dalam konteks capaian penerimaan pembiayaan daerah yang dilaporkan mencapai angka yang signifikan. Namun, ia mempertanyakan sumber dari penerimaan tersebut, menimbulkan rasa curiga terhadap kondisi perencanaan anggaran yang ada.
Pentingnya Transparansi dan Kemandirian Fiskal di Jawa Barat
Kemandirian fiskal, menurut Yusuf, adalah syarat utama bagi daerah untuk mencapai kemajuan. PPP menekankan bahwa kebergantungan kepada dana pusat harus dikurangi, serta perlu ada upaya yang lebih berani untuk mengeksplorasi potensi ekonomi yang ada. “Kami percaya bahwa sektor ekonomi yang cukup besar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar tanpa membebani masyarakat kecil,” ujarnya tegas.
Kenaikan target pendapatan daerah yang hanya sekitar 0,31% dinilai tidak mencerminkan optimisme pemerintah terhadap pengelolaan potensi daerah. PPP berpendapat bahwa optimisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi prioritas untuk meningkatkan kemandirian finansial daerah.
Selain itu, pertumbuhan tipis dalam pendapatan dari transfer pusat menunjukkan indikasi bahwa ketergantungan fiskal masih tinggi. Hal ini, menurut Yusuf, harus segera ditangani agar tidak menjadi beban di masa mendatang.
Analisis Terhadap Belanja Daerah dan Pelayanannya
Dari sisi belanja, PPP mencatat peningkatan anggaran belanja dari Rp31,08 triliun menjadi Rp32,23 triliun, meskipun ada penurunan dalam alokasi belanja operasional. “Kami khawatir apakah efisiensi yang diterapkan akan berpengaruh pada layanan dasar, termasuk di sektor pendidikan dan kesehatan,” ujar Yusuf, mempertanyakan dampak kebijakan tersebut.
Sikap kritis juga disampaikan terhadap kenaikan belanja modal yang terkesan sangat signifikan. Dengan melonjaknya belanja modal hingga 172,78%, PPP menekankan pentingnya perencanaan ketat agar proyek infrastruktur tidak hanya berjalan cepat tetapi juga berkualitas dan memberikan manfaat untuk masyarakat.
Pembahasan pun menyoroti penurunan anggaran untuk belanja tidak terduga yang berpotensi mengganggu kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam. Fraksi PPP menilai hal ini berbahaya di tengah kondisi iklim yang semakin tidak menentu, sehingga kesiapsiagaan bencana harus tetap menjadi prioritas.
Pentingnya Akuntabilitas dalam Pengelolaan APBD
Fraksi PPP menyatakan komitmennya untuk mengawasi pelaksanaan APBD 2025 dengan prinsip efektif, efisien, dan akuntabel. Menurut mereka, setiap rupiah yang dikeluarkan dalam APBD adalah titipan dari masyarakat, dan karenanya harus dikelola dengan penuh tanggung jawab.
Pernyataan ini menunjukkan betapa pentingnya kredibilitas pemerintah daerah dalam pengelolaan anggaran. Rapat tersebut menjadi platform bagi PPP untuk menyuarakan aspirasi dan kekhawatiran terhadap keberlanjutan program yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat.
Dengan adanya langkah ini, diharapkan pemerintah daerah bisa lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan.